BIOGRAFI
HOEGENG IMAM SANTOSO
POLISI
PALING JUJUR DI INDONESIA
foto
dari wikipedia
Siapa yang tidak kenal
dengan Hoegeng Imam Santoso atau yang akrab disapa Hoegeng. Beliau adalah mantan
Kapolri yang dikenal bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Hoegeng
adalah simbol keteladanan dan kejujuran Polri. Ditengah terjadinya krisis
kepercayaan kepada Polri dan birokrasi, Hoegeng tampil sebagai seorang yang
pantas dipercaya. Almarhum Presiden Gus Dur pernah berkata, “Di Indonesia ini
hanya ada tiga polisi jujur, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng”.
PENDIDIKAN
Semasa kecil, Hoegeng dididik
dalam keluarga yang menekankan kedisiplinan dalam segala hal. Hoegeng masuk
pendidikan di Hollandsch Inlandsche School (HIS) pada tahun 1927 saat beliau
berusia enam tahun. Kemudian pada tahun 1934, beliau melanjutkan ke Meer Uitgebreid
Lager Onderwijs (MULO), yaitu pendidikan menengah setingkat SMP di Pekalongan.
Pada tahun 1937, beliau melanjutkan pendidikan ke Algemeene Middlebare School
(AMS) Westers Klasiek, pendidikan setingkat SMA di Yogyakarta. Pada saat
bersekolah di AMS, bakatnya dalam bidang bahasa sangatlah menonjol. Ia juga
dikenal sebagai pribadi yang suka bicara dan bergaul dengan siapa saja tanpa
mempedulikan ras atau bangsa. Pada tahun 1940, Hoegeng belajar ilmu hukum di Rechts
Hoge School Batavia, namun tidak sampai lulus karena Jepang menyerbu Hindia
Belanda dan memaksanya untuk pulang ke Pekalongan. Tahun 1950, Hoegeng
mengikuti kursus orientasi di Provost Marshal General School pada Military
Police School Port Gordon, George, Amerika Serikat.
KARIER
Hoegeng menjabat Kepala
DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya pada tahun 1952. Kemudian beliau
menjadi Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi Sumatera Utara pada tahun
1956 di Medan.
Tahun 1959, Hoegeng mengikuti Pendidikan Brimob dan menjadi
seorang Staff Direktorat II Mabes Kepolisian Negara pada tahun 1960, Kepala
Jawatan Imigrasi (1960), Menteri luran Negara (1965), dan menjadi Menteri
Sekretaris Kabinet Inti pada tahun 1966. Setelah Hoegeng pindah ke markas
Kepolisian Negara, kariernya terus menanjak dan menjabat Deputi Operasi Pangak
pada tahun 1966, dan Deputi Men/Pangak Urusan Operasi juga masih pada tahun
1966. Pada 5 Mei 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara (tahun
1969 berubah menjadi Kapolri) menggantikan Soetjipto Joedodihardjo. Hoegeng
mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 2 Oktober 1971, dan digantikan oleh Drs. Mohamad Hasan.
KASUS-KASUS
BESAR YANG TERUNGKAP
Selama Hoegeng menjabat
sebagai Kapolri, ada dua kasus yang sangat menggemparkan masyarakat. Pertama,
kasus Sum Kuning yaitu pemerkosaan terhadap penjual telur yang bernama Sumarijem
dimana pelakunya diduga adalah anak-anak petinggi di Yogyakarta. Ironisnya korban
justru dipenjara oleh polisi dengan tuduhan memberi keterangan palsu kemudian dianggap
terlibat kegiatan ilegal PKI. Nuansa rekayasa semakin terlihat ketika persidangan
digelar tertutup. Wartawan yang menulis kasus Sum juga harus berurusan dengan
hukum dan dipenjara.
Kasus kedua adalah
penyelundupan mobil-mobil mewah bernilai miliaran rupiah oleh Robby Tjah Jadi.
Pengusaha ini hanya mendekam beberapa jam di tahanan Komdak karena adanya
jaminan. Kejaksaan Jakarta Raya juga menutup kasus ini. Pada kasus
penyelendupan mobil mewah berikutnya Robby tidak bisa berkutik dan pejabat yang
terbukti menerima sogokan pun ditahan. Kasus inilah yang diduga sebagai
penyebab pencopotan Hoegeng oleh Presiden Soeharto.
BERHENTI
MENJADI KAPOLRI
Hoegeng diberhentikan
dari jabatannya sebagai Kapolri pada 2 Oktober 1971 kemudian posisi Kapolri
digantikan oleh Komisaris Jenderal Polisi Drs. Moh. Hasan. Pemberhentian Hoegeng
dari jabatannya ini menyisakan sejumlah tanda tanya karena masa jabatannya
sebagai Kapolri belum habis saat itu. Berbagai spekulasi pun muncul, ada yang
berkata bahwa figur Hoegeng terlalu populer dikalangan pers dan masyarakat, ada
pula yang menyebutkan bahwa Hoegeng dicopot dari jabatannya karena
kebijaksanaannya yang mengatur tentang penggunaan helm dan cara duduk bagi
penumpang motor yang dinilai cukup kontroversi saat itu.
Memasuki masa pensiun,
Hoegeng menghabiskan waktu dengan menekuni hobinya sejak remaja yakni bermain
musik Hawaiian dan melukis. Lukisan karyanyalah yang menjadi sumber Hoegeng
untuk menafkahi keluarganya. Beliau juga tercatat sebagai anggota ORARI.
PENGHARGAAN
Atas semua
pengabdiannya kepada negara, Hoegeng Imam Santoso telah menerima sejumlah tanda
jasa diantaranya :
§ Bintang
Gerilya
§ Bintang
Dharma
§ Bintang
Bhayangkara I
§ Bintang
Kartika Eka Paksi I
§ Bintang
Jalasena I
§ Bintang
Swa Buana Paksa I
§ Satya
Lencana Sapta Marga
§ Satya
Lencana Perang Kemerdekaan (I dan II)
§ Satya
Lencana Peringatan Kemerdekaan
§ Satya
Lencana Prasetya Pancawarsa
§ Satya
Lencana Dasa Warsa
§ Satya
Lencana GOM I
§ Satya
Lencana Yana Utama
§ Satya
Lencana Penegak
§ Satya
Lencana Ksatria Tamtama
AKHIR
HAYAT HOEGENG IMAM SANTOSO
Pada 14 Juli 2004,
Hoegeng meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada usia 83
tahun akibat mengalami stroke dan penyumbatan saluran pembuluh jantung. Jenazahnya
disemayamkan di rumah duka, Kompleks Pesona Kahyangan, Jl. Margonda Raya Blok
DH-I, Pancoran Mas, Depok. Kemudian almarhum dimakamkan di Taman Pemakaman Umum
(TPU) Giritama, Desa Tonjo, Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Hoegeng merupakan sosok
tokoh yang sangat bisa dijadikan teladan bagi semua anak bangsa Indonesia. Dalam
keadaan sulitpun, beliau tetap mengutamakan kejujuran. Saat banyak tokoh masih
menurut atau takut pada kekuasaan otoriter, Hoegeng justru berani menyuarakan
kebenaran. Sampai akhir hayatnya beliau tetap menjunjung prinsipnya ini.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar