28 Maret 2015

Bab 3 : Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia

Sejarah Singkat Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
            Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia tidak lepas dari sejarah Hukum Perdata Eropa. Bermula di benua Eropa berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping adanya hukum tertilis dan hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli di negara-negara di Eropa. Oleh karena itu keadaan hukum di Eropa kacau balau, dimana setiap daerah selain mempunyai peraturan-peraturan sendiri juga peraturan itu berbeda-beda.
            Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama Code Civil de Francais yang juga dapat disebut Code Napoleon, karena Code Civil des Francais ini merupakan sebagaian dari Code Napoleon. Sebagai petunjuk penyusunan Code Civilini dipergunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothies. Disamping itu juga dipergunakan Hukum Bumi Putra Lama, Hukum Jernonia dan Hukum Cononiek.
            Mengenai peraturan hukum yang belum ada di jaman Romawi antara lain masalah wessel, asuransi, dan badan-badan hukum, pada jaman Aufklarung (sekitar abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab Undang-Undang tersendiri dengan nama Code de Commerce.
            Sejalan dengan adanya penjajahan oleh Belanda (1809-1811), Raja Lodewijk Napoleon menetapkan Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk Holland (isinya mirip dengan Code Civil ded Francais atau Code Napoleon) untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Netherland). Pada 1811, saat berakhirnya penjajahan dan Netherland disatukan dengan Prancis, Code Civil des Francais atau Code Napoleon tetap berlaku di Belanda.
            Setalah beberapa tahun kemerdekaan Belanda dari Prancis, Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodefikasi dari hukum perdatanya. Pada 5 Juli 1830, kodefikasi ini selesai dengan terbentuknya Burgerlijk Wetboek (BW) dan Wetboek Van Koophandle (WVK) yang isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Frances dan Code de Commerce.
            Pada tahun 1948, kedua undang-undang produk Netherland ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan Azas Koncordantie (Azas Politik Hukum). Saat ini kita mengenal Burgerlijk Wetboek (BW) dengan nama KUH Sipil (KUHP), sedangkan untuk Wetboek Van Koophandle (WVK) kita mengenalnya dengan nama KUH Dagang.

Pengertian dan Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
1.    Pengertian Hukum Perdata
            Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam masyarakat. Hukum Perdata mempunyai arti yang luas, yakni meliputi semua Hukum Privat Materiil, dan dapat dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.
            Hukum Privat Materiil (Hukum Perdata Materiil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Di dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara timbal balik dalam hubungan terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.
            Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formiil yang lebih dikenal dengan HAP (Hukum Acara Perdata) yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.

2.    Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
            Mengenai keadaan Hukum Perdata di Indonesia ini masih bersifat majemuk (masih beraneka warna atau ragam). Penyebab keanekaragaman ini ada 2 faktor yaitu :
1.      Faktor Ethnis yang disebabkan karena adanya keanekaragaman Hukum Adat bangsa Indonesia (karena negara Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa)
2.      Faktor Hostia Yuridis dapat kita lihat pada pasal 163 I.S. dan pasal 131 I.S. Pada pasal 163 I.S. membagi penduduk menjadi 3 golongan yaitu :
·           Golongan Eropa dan yang dipersamakan
·           Golongan Bumi Putera (pribumi) dan yang dipersamakan
·           Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab)
  Sedangkan pada pasal 131 I.S. mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam 163 I.S. diatas. Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu :
·      Bagi golongan Eroa dan yang dipersamakan, berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di Belanda berdasarkan Azas Konkordansi
·   Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan, berlaku Hukum Adat mereka yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di rakyat. Dimana sebagian besar dari Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
·    Bagi golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab), berlaku hukum masing-masing dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing diperbolehkan untuk menundukkan diri kepada Hukum Eropa Barat, baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu.

            Untuk memahami keadaan Hukum Perdata di Indonesia, kita harus mengetahui terlebih dahulu riwayat politik pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia. Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap Hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 I.S (Indische Staatregeling) yang pokok-pokoknya sebagai berikut :
  ü  Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana harus diletakkan dalam Kitab Undang-Undang yaitu di Kodefikasi)
  ü  Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di Belanda (sesuai Azas Konkordansi)
  ü  Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing, jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dapat berlaku bagi mereka
  ü  Untuk orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa maka diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukkan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja
  ü  Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam Undang-Undang, maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka yaitu Hukum Adat
           
            Berdasarkan pedoman diatas, pada jaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa peraturan Undang-Undang Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu tentang :
  §  Perjanjian kerja perburuhan (Staatsblat 1879 no 256)
  §  Pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang dari perjudian (Straatsblad 1907 no 306)
  §  Beberapa pasal dari WVK (KUHD) yaitu sebagian besar dari Hukum Laut (Straatblad 1933 no 49)

            Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti :
  §  Ordonansi Perkawinan Bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no 74)
  §  Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) (Staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no 717)

            Ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu :
  §  Undang-Undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
  §  Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
  §  Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523)
  §  Ordonansi tentang pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 n0 98)

Sistematika Hukum Perdata
            Dalam sistematika Hukum Perdata kita (BW), terdapat dua pendapat. Pendapat yang pertama yaitu dari pemberlaku Undang-Undang yang berisi :
Buku I               : Berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri seseorang            dan hukum kekeluargaan
Buku II             : Berisi tentang hal benda. Di dalamnya diatur hukum kebendaan dan hukum       waris
 Buku III           : Berisi tentang hal perikatan. Di dalamnya diatur hak-hak dan kewajiban             timbal balik antara orang-oranng atau pihak-pihak tertentu
Buku IV            : Berisi tentang pembuktian dan daluarsa. Di dalamnya diatur tentang alat-           alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluwars           itu


            Sedangkan pendapat yang kedua, yaitu menurut Hukum atau Doktrin, dibagi menjadi 4 bagian yaitu :
                     I.            Hukum tentang diri seseorang (pribadi)
Mengatur tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu
                     II.            Hukum kekeluargaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dengan istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwakilan dan curatele
                     III.            Hukum Kekayaan
Hak-hak kekayaan terbagi atas hak-hak yang berlaku bagi setiap orang (Hak Mutlak), dan hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tertentu (Hak Perseorangan)
                     IV.            Hukum Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal. Disamping itu, Hukum Warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.














Sumber :

Bab 2 : Subjek Hukum dan Objek Hukum

Pengertian Subyek Hukum
            Subyek hukum adalah segala sesuatu yang pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum. Menurut Algra, subyek hukum adalah setiap orang yang mempunyai hak dan kewajiban yang akan menimbulkan wewenang hukum (kewenangan untuk menjadi subyek dari hak-hak). Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia adalah Manusia (Naturlife Person) dan Badan Hukum (Recht Person).

Subyek Hukum Manusia
            Menurut hukum, setiap manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya.
            Ada beberapa golongan yang dipandang oleh hukum sebagai subyek hukum yang “tidak cakap” hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain, seperti :
1.         Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa atau belum menikah
2.         Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang hilang ingatan, pemabuk, pemboros, dll.

Subyek Hukum Badan Hukum
            Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status “person” oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia, seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan.
            Badan hukum dapat dikategorikan sebagai subyek hukum sama dengan manusia karena disebabkan oleh :
1.         Badan hukum itu mempunyai kekayaan sendiri
2.         Dapat menggugat dan digugat di muka pengadilan
3.         Ikut serta dalam lalu lintas hukum, bisa melakukan jual beli
4.         Mempunyai tujuan dan kepentingan
5.         Sebagai pendukung hak dan kewajiban

            Badan hukum dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu :
·         Badan Hukum Publik adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau yang menyangkut kepentingan publik atau negaranya;
·         Badan Hukum Privat adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan pribadi orang di dalam badan hukum itu.

Pengertian Objek Hukum
            Objek hukum adalah segala sesuatu yang berada di dalam pengaturan hukum dapat dimanfaatkan oleh subyek hukum berdasarkan hak atau kewajiban yang dimilikinya atas objek hukum yang bersangkutan. Berdasarkan pasal 503 dan 504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen).

Objek Hukum Benda Bergerak
            Benda bergerak atau tidak tetap berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan. Benda bergerak dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
§  Benda bergerak karena sifatnya
Menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi. Dan yang dapat berpindah sendiri, contohnya ternak.
§  Benda bergerak karena ketentuan undang-undang
Menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.

Objek Hukum Benda Tidak Bergerak
            Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
·         Benda tidak bergerak karena sifatnya
Yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung
·         Benda tidak bergerak karena tujuannya
Yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok
·         Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang
Ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak, misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.

Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang
            Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
            Hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit). Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti, yng berisi bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama
            Dalam pelunasan hutang, terdiri 2 sifat jaminan, yaitu :
  Ø  Jaminan Umum
            Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131 KUH Perdata, yang dikatakan bahwa segala kebendaan debitur (baik yang ada maupun yang akan ada dan baik bergerak maupun tidak bergerak) merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.
            Pelunasan hutang dengan jaminan umum juga didasarkan pada pasal 1132 KUH Perdata, dimana harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya.
            Dalam hal ini, benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
1.      Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang)
2.      Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain
  Ø  Jaminan Khusus
            Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan dan fidusia.

1.    Gadai
        Gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang (Pasal 1150 KUH Perdata).
        Selain itu, gadai memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya, terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu didahulukan.
        Beberapa sifat gadai yakni :
o   Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud
o   Gadai bersifat Accesoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok yang dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai debitur itu lalai membayar hutangnya kembali
o   Adanya sifat kebendaan
o   Syarat Inbezitz Telling artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan pemberi gadai atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai
o   Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri
o   Hak preferensi (hak untuk didahulukan)
o   Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan dibayarnya sebagaian dari hutang oleh karena itu gadai tetap melekat atas seluruh bendanya

2.    Hipotik
        Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil pengantian dari padanya bagi pelunasan suatu perhutangan (Verbintenis).
        Sifat-sifat hipotik yakni :
o   Bersifat Accesoir yakni seperti halnya dengan gadai
o   Objeknya benda-benda tetap
o   Lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang lain (berdasarkan pasal 1133-1134 ayat 2 KUH Perdata)
o   Mempunyai sifat Zaaksgevolg yaitu hak hipotik senantiasa mengikuti bendanya dalah tagihan tangan siapapun benda tersebut berada dalam pasal 1163 ayat 2 KUH Perdata

3.    Hak Tanggungan
        Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan suatu satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.
        Objek hak tanggungan yakni :
1.      Hak Milik (Hak Milik)
2.      Hak Guna Usaha (HGU)
a.       Rumah susun berikut tanah hak bersama serta hak milik atas satuan rumah susun (HM SRS)
b.      Hak pakai atas tanah negara

4.    Fidusia
        Fidusia yang lazim dikenal dengan nama FEO (Fiduciare Eigendoms Overdracht) yang dasarnya merupakan suatu perjanjian Accesor antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda bergerak milik debitur kepada kreditur.
        Namun, benda tersebut masih dikuasai oleh debitor sebagai penjamin pakai sehingga yang dserahkan kepada kreditor adalah hak miliknya. Penyerahan demikian dinamakan penyerahan secara Constitutum Possesorim yang artinya Hak Milik (Bezit) dari barang dimana barang tersebut tetap pada orang yang mengalihkan (pengalihan pura-pura).






Sumber :

Bab 1 : Pengertian Hukum dan Hukum Ekonomi

Pengertian Hukum
            Secara umum dapat didefinisikan bahwa Hukum adalah peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan di masyarakat. Peraturan ini diadakan oleh badan resmi. Peraturan ini juga bersifat mengikat dan memaksa sehingga jika terjadi pelanggaran atas peraturan tersebut, maka akan dikenakan sanksi yang tegas.
            Ada beberapa pengertian tentang hukum menurut para ahli, diantaranya :
  §  Utrecht
Menurut Utrecht definisi Hukum adalah himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan harus ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan;
  §  Van Kan
Menurut Van Kan definisi Hukum adalah keseluruhan peraturan yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia dalam masyarakat;
  §  Wiryono Kusumo
Menurut Wiyono Kusumo definisi Hukum adalah keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib didalam masyarakat yang pelanggarnya dikenakan sanksi.

Tujuan Hukum
            Pada umumnya Hukum ditujukan untuk mendapatkan keadilan, menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat serta mendapatkan kemanfaatan atas dibentuknya hukum tersebut. Selain itu, menjaga dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang berlaku.
            Sama halnya dengan pengertian hukum, banyak teori atau pendapat mengenai tujuan hukum. Beberapa teori-teori dari para ahli :
1.      Prof. Subekti, SH
Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula;
2.      Geny
Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan dan kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan;
3.      Prof. Mr. Dr. LJ. Van Apeldoorn
Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan seimbang.

Sumber-Sumber Hukum
         Sumber-sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan terbentuknya peraturan-peraturan yang biasanya bersifat memaksa.
          Sumber-sumber hukum ada 2 jenis yaitu :
1.  Sumber-sumber Hukum Materiil, yakni sumber-sumber hukum yang ditinjau dari beberapa perspektif
2.      Sumber-sumber Hukum Formiil
Ø  Undang-Undang ialah suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dipelihara oleh penguasa negara. Contohnya UU, PP, Perpu, dan sebagainya
Ø  Kebiasaan ialah perbuatan yang sama yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi hal yang selayaknya dilakukan. Contohnya adat-adat di daerah yang dilakukan turun menurun yang telah menjadi hukum di daerah tersebut
Ø  Keputusan Hakim (Yurisprudensi) ialah keputusan hakim pada masa lampau pada suatu perkara yang sama sehingga dijadikan keputusan para hakim pada masa-masa selanjutnya. Hakim sendiri dapat membuat keputusan sendiri apabila perkara itu tidak diatur sama sekali di dalam UU
Ø  Traktat ialah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara ataupun lebih. Perjanjian ini mengikat antara negara yang terlibat dan warga negara dari negara yang bersangkutan
Ø  Doktrin adalah pendapat atau pandangan dari para ahli hukum yang mempunyai pengaruh sehingga dapat menimbulkan hukum. Dalam yurisprudensi, sering hakim menyebut pendapat para sarjana hukum. Pada hubungan internasonal, pendapat para sarjana hukum sangatlah penting.

Kodifikasi Hukum
            Kodifikasi hukum adalah pembukuan secara lengkap dan sistematis tentang hukum tertentu. Kodifikasi hukum timbul akibat tidak adanya kesatuan dan kepastian hukum. Kodifikasi hukum dibutuhkan untuk menghimpun berbagai macam peraturan perundang-undangan. Tujuan kodifikasi hukum tertulis adalah untuk memperoleh kepastian hukum, penyederhanaan hukum, dan kesatuan hukum. Kodifikasi hukum yang ada di Indonesia antara lain KUHP, KUH Perdata, KUHD, dan KUHAP.
            Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :
1.    Kodifikasi Terbuka
Kodifikasi terbuka adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kodifikasi.
2.    Kodifikasi Tertutup
Kodifikasi tertutup adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukkan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.

            Beberapa contoh kodifikasi hukum di Eropa dan Indonesia, yaitu :
    ü  Corpus Luris Civilis, yang diusahakan oleh Kaisar Justinianus dari kerajaan Romawi Timur,                tahun 527-565 ;
    ü  Code Civil, yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Prancis, tahun 1604 ;
    ü  Kitab Undang-Undang Hukum Sipil tahun 1 Mei 1848
    ü  Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tahun 1 Mei 1848
    ü  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tahun 1 Januari 1918
    ü  Kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana tahun 31 Desember 1981
Kaedah atau Norma
            Kaidah atau norma adalah petunjuk hidup bagaimana kita berbuat dan bertingkah laku di masyarakat. Kaidah atau norma berisi perintah atau larangan dan setiap orang harus menaati kaidah atau norma tersebut agar dapat hidup dengan aman, tentram dan damai. Hukum merupakan seperangkat kaidah atau norma, dan kaidah ada banyak macamnya, tapi tetap satu kesatuan.
            Dalam sistem hukum Barat yang berasal dari hukum Romawi, dikenal tiga kaidah atau norma, yaitu :
     1.      Impere (Perintah)
     2.      Prohibere (Larangan)
     3.      Permittere (Yang Dibolehkan)

       Sedangkan dalam sistem hukum Islam, ada lima macam kaidah atau norma hukum yang dirangkum dalam istilah Al-Ahkam dan Al-Khamsah. Kelima kaidah itu adalah :
     1.      Fard (Kewajiban)
     2.      Sunnah (Anjuran)
     3.      Ja’iz atau Mubah Ibahah
     4.      Makruh
     5.      Haram (Larangan)

            Menurut sifatnya kaidah hukum terbagi menjadi 2, yaitu :
1.     Hukum yang Imperatif, maksudnya adalah kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat       mengikat dan memaksa.
2.   Hukum yang Fakultatif, maksudnya adalah kaidah hukum itu tidak secara a priori mengikat. Kaidah ini bersifat sebagai pelengkap.

            Selain itu, terdapat 4 macam norma, yaitu :
1.         Norma Agama adalah peraturan hidup yang berisi pengertian-pengertian, perintah, larangan dan          anjuran yang berasal dari Tuhan yang merupakan tuntunan hidup ke arah atau jalan yang benar
2.        Norma Hukum adalah peraturan-peraturan hidup yang diakui oleh negara dan harus dilaksanakan        di tiap-tiap daerah dalam negara tersebut. Norma ini mengikat tiap warga negara dalam wilayah           negara tersebut.
3.         Norma Kesusilaan adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati. Peraturan ini berisi           suara batin yang diakui oleh sebagian orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya
4.        Norma Kesopanan adalah peraturan hidup yang muncul dari hubungan sosial antar individu. Tiap         golongan masyarakat tertentu dapat menetapkan peraturan tertentu mengenai kesopanan

Pengertian Ekonomi dan Hukum Ekonomi
            Ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya mencapai kemakmuran, dimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya baik barang maupun jasa (M. Manulang).
            Menurut Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi adalah penjabaran hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial, sehingga hukum ekonomi memiliki dua aspek yaitu:
     1.      Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi dalam arti peningkatan kehidupan                    ekonomi secara keseluruhan
     2.      Aspek pengaturan usaha-usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata diantara            seluruh lapisan masyarakat

            Hukum ekonomi menganut beberapa asas, diantaranya :
  v  Asas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME
  v  Asas manfaat
  v  Asas demokrasi Pancasila
  v  Asas adil dan merata
  v  Asas keseimbangan, keserasian, keselarasan dalam perikehidupan
  v  Asas hukum
  v  Asas kemandirian
  v  Asas keuangan
  v  Asas ilmu pengetahuan
  v  Asas kebersamaan, kekeluargaan, dan keseimbangan dalam kemakmuran rakyat
  v  Asas pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
  v  Asas kemandirian yang berwawasan kewarganegaraan




Sumber :
http://intanyuwanitas.blogspot.com/2013/04/norma-atau-kaidah.html

Review 12 - Perpajakan Internasional dan Penetapan Harga Transfer

NAMA ANGGOTA KELOMPOK : Dwi Ayu Larasati (22213664) Dwi Puspita Agustin (22213693) Nurul Maghfiroh Jufrin (26213733) Puti Melati ...