Hubungan
Antara Hukum Dagang dan Hukum Perdata
Prof. Subekti
S.H. berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap
tidak pada tempatnya, oleh karena sebenarnya “Hukum Dagang” tidaklah lain
daripada “Hukum Perdata”, dan perkataan “dagang” bukanlah suatu pengertian
hukum, melainkan suatu pengertian ekonomi.
Seperti telah kita ketahui, pembagian Hukum Sipil ke
dalam KUHS dan KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam Hukum
Romawi (yang menjadi sumber terpenting dari Hukum Perdata Eropa Barat) belum
ada peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalam KUHD, sebab
perdagangan antar negara baru mulai berkembang pada abad pertengahan.
Adapun pendapat beberapa sarjana hukum lainnya tentang
hubungan kedua hukum ini antara lain adalah sebagai berikut :
a. Prof.
Sudiman Kartohadiprojo berpendapat KUHD merupakan suatu Lex Specialis terhadap KUHS sebagai Lex Generalis. Maka sebagai Lex Specialis, kalau andaikata dalam
KUHD terdapat ketentuan mengenai hal yang dapat aturan pula dalam KUHS, maka
ketentuan dalam KUHD itulah yang berlaku
b. Van
Kan beranggapan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu tambahan Hukum Perdata, yaitu
suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus. KUHS memuat hukum perdata
dalam arti sempit, sedangkan KUHD memuat penambahan yang mengatur hal-hal
khusus Hukum Perdata dalam arti sempit itu
c. Sukardono
menyatakan, bahwa pasal 1 KUHD “memelihara kesatuan antara Hukum Dagang dengan
Hukum Perdata Umum .........sekedar KUHD itu tidak khusus menyimpang dari KUHS
d. Van
Apeldoorn menganggap Hukum Dagang suatu bagian istimewa dari lapangan Hukum
Perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHS
e. Tirtamijaya
menyatakan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu Hukum Sipil yang istimewa
Hubungan
Antara Pengusaha dan Pembantu-Pembantunya
Pengusaha adalah seseorang yang menjalankan perusahaan
atau menyuruh menjalankan perusahaan. Dalam menjalankan perusahannya, pengusaha
dapat :
1. Menjalankan
perusahaannya sendiri
Bentuk perusahaannya sangat sederhana
dan semua pekerjaan dilakukan sendiri. Umumnya terdapat pada perusahaan
perseorangan;
2. Dilakukan
dengan bantuan pekerja
Pengusaha turut serta dalam menjalankan
perusahaannya dan mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin
perusahaan. Biasanya terdapat di perusahaan besar;
3. Menyuruh
orang lain
Dalam hal ini pengusaha menjalankan
usahanya tetapi tidak ikut serta dalam menjalankan perusahaan. Pengelolaan
perusahaan dikuasakan kepada orang lain. Orang lain yang diberi kuasa ini
menjalankan perusahaan atas nama pemeri usaha. Umumnya pemberian kuasa semacam
ini terdapat pada perusahaan persekutuan, terutama yang berbadan hukum.
Namun,
di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang
pengusaha, tidaklah mungkin seorang pengusaha melakukan usahanya seorang diri,
apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan
bantuan orang/pihak lain (pembantu-pembantu perusahaan) untuk membantu
melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut. Pembantu-pembantu dalam perusahaan
dapat dibagi menjadi 2 fungsi yaitu :
1.
Membantu didalam perusahaan
· Pelayan
toko
· Pekerjaan
keliling
· Pengurus
filial
· Pemegang
prokurasi
· Pimpinan
perusahaan
2.
Membantu diluar perusahaan
· Agen
perusahaan
· Perusahaan
perbankan
· Pengacara
· Notaris
· Makelar
· Komisioner
Hubungan hukum antara pimpinan perusahaan dengan
pengusaha bersifat :
1)
Hubungan perburuhan, yaitu hubungan yang
subordinasi antara majikan dan buruh, yang memerintah dan yang diperintah.
Manager mengikatkan dirinya untuk menjalankan perusahaan dengan sebaik-baiknya,
sedangkan pengusaha mengikatkan diri untuk membayar upahnya (pasal 1601 a
KUHPER)
2)
Hubungan pemberian kekuasaan, yaitu
hubungan hukum yang diatur dalam pasal 1792 dsl KUHPER yang menetapkan sebagai
berikut ”pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang
memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya untuk atas nama
pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan”. Pengusaha merupakan pemberi
kuasa, sedangkan si manager merupakan pemegang kuasa. Pemegang kuasa
mengikatkan diri untuk melaksakan perintah si pemberi kuasa, sedangkan si
pemberi kuasa mengikatkan diri untuk memberi upah sesuai dengan perjanjian yang
bersangkutan.
Dua
sifat hukum tersebut di atas tidak hanya berlaku bagi pimpinan perusahaan dan
pengusaha, tetapi juga berlaku bagi semua pembantu pengusaha dalam perusahaan,
yakni: pemegang prokurasi, pengurus filial, pekerja keliling dan pelayan toko.
Karena hubungan hukum tersebut bersifat campuran, maka berlaku pasal 160 c
KUHPER, yang menentukan bahwa segala peraturan mengenai pemberian kuasa dan
mengenai perburuhan berlaku padanya. Kalau ada perselisihan antara kedua
peraturan itu, maka berlaku peraturan mengenai perjanjian perburuhan (pasal
1601 c ayat (1) KUHPER.
Hubungan pengusaha dengan agen
perusahaan adalah sama tinggi dan sama rendah, seperti pengusaha dengan
pengusaha. Hubungan agen perusahaan bersifat tetap. Agen perusahaan juga
mewakili pengusaha, maka ada hubungan pemberi kuasa. Perjanjian pemberian kuasa
diatur dalam Bab XVI, Buku II, KUHPER, mulai dengan pasal 1792, sampai dengan
1819. Perjanjian bentuk ini selalu mengandung unsur perwakilan (volmacht) bagi
pemegang kuasa (pasal 1799 KUHPER). Dalam hal ini agen perusahaan sebagai
pemegang kuasa, mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama pengusaha.
Kewajiban Pengusaha
Pengusaha
adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut Undang-Undang, ada dua
macam kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan yaitu :
1.
Membuat pembukuan (sesuai dengan Pasal 6
KUH Dagang Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang dokumen perusahaan) dan di
dalam pasal 2 Undang-Undang nomor 8 tahun 1997 yang dikatakan dokumen
perusahaan adalah terdiri dari dokumen keuangan dan dokumen lainnya.
§ Dokumen
keuangan terdiri dari catatan (neraca tahunan, perhitungan laba, rekening,
jurnal transaksi harian)
§ Dokumen
lainnya terdiri dari data setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai
nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen
keuangan.
2.
Mendaftarkan perusahaannya (sesuai
Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib daftar perusahaan). Dengan
adanya Undang-Undang nomor 3 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan maka
setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan, menurut hukum wajib untuk
melakukan pemdaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya
sejak tanggal 1 juni 1985. Berdasarkan pasal 25 undang-undang nomor 3 tahun
1982, daftar perusahaan hapus jika terjadi :
v Perusahaan
yang bersangkutan menghentikan segala kegiatan usahanya;
v Perusahaaan
yang bersangkutan berhenti pada waktu akta pendiriannya kadarluasa;
v Perusahaan
yang bersangkutan dihentikan segala kegiatan usahanya berdasarkan suatu putusan
pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Sumber :
Neltje F. Katuuk, 1994,
Diktat Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis, Universitas Gunadarma, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar